Kunci kebahagiaan adalah bersyukur! Mensyukuri apa yang kita dapat itu
penting. Termasuk hanya punya satu nyawa untuk bisa hidup di alam ini.
Kebahagiaan itu bisa dibuat dengan tidak meminta apa pun kepada orang
lain, tetapi berikan apa yang bisa diberikan kepada orang lain agar
bahagia.
Betapa sering kita memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan sehingga
membuat kita menjalani hidup dengan segala rasa kurang puas. Kita tidak
pernah memfokuskan diri pada apa yang kita miliki dan memberdayakan
seoptimal mungkin apa yang ada dan apa terjadi pada kita. Jika kita
tetap berfokus pada keinginan, hidup pun terasa menjadi sengsara karena
selalu merasa kurang puas dengan apa yang sudah dimiliki atau yang
terjadi.
Kita dapat mengubah perasaan itu dengan berfokus pada apa yang sudah
kita miliki. Cobalah lihat keadaan di sekeliling, pikirkan yang
dimiliki, dan syukurilah. Karena itu, Anda akan merasakan nikmatnya
hidup ini dengan segala yang terjadi pada diri kita. Siap untuk
menjalani segala peran yang disediakan alam untuk kita. Peran kocak
membuat kita tertawa. Peran sedih membuat kita menangis. Peran bercinta
membuat kita mabuk kepayang. Itulah dunia, tempat berperan untuk
melakoni lokakarya kehidupan. Dan tugas kita harus bisa berjuang dengan
peran yang sedang kita perankan sebaik-baiknya.
Tentunya boleh-boleh saja kita memiliki keinginan, tetapi kita perlu
menyadari bahwa itulah akar perasaan tidak tenteram. Sang Buddha selalu
mengingatkan hal itu dalam surat demikian: "Kesengsaraan yang
sesungguhnya adalah hal yang melekat pada harta duniawi."
Katakanlah kita sudah memiliki rumah, kendaraan, pekerjaan tetap, dan
pasangan yang baik. Tetapi, Anda masih merasa kurang. Pikiran Anda
dipenuhi berbagai target dan keinginan. Anda begitu terobsesi oleh rumah
yang besar dan indah, mobil mewah, serta pekerjaan yang mendatangkan
lebih banyak uang. Kita ingin ini dan itu. Bila tidak mendapatkannya,
kita terus memikirkannya. Anehnya, walaupun sudah mendapatkannya, kita
hanya menikmati kesenangan sesaat. Kita tetap tidak puas, dan kita ingin
yang lebih lagi dan lagi.
Dengan melihat apa yang menjadi problem kita, hendaknya itu cepat
diselesaikan, jika dibiarkan terlalu lama, berlarut-larut, membuat kita
jadi frustrasi, dan akhirnya depresi. Segera buat keputusan, dan jangan
menjadi orang yang terlalu "ideal". Itu memang penyakit kita, apa yang
ada di pikiran dan menjadi prinsip di batin harus dijalankan, dan kalau
ada penentang atau hambatan kita hajar atau kabur. Itulah masalah yang
kita timbulkan sendiri.
Nah, sekarang kita harus sedikit pakai stategi "lentur sedikit" pakai
ilmu bambu, batang bambu walaupun tinggi, ditiup angin sampai ujungnya
mencapai tanah pun bambu itu, tidak patah, bahkan bisa melambai naik
kembali. Batang bambu mampu mengikuti terpaan angin badai sekalipun.
begitu juga kita, harus mampu mengikuti arus kehidupan tanpa menghakimi,
nikmati saja seperti air mengalir, tidak lurus kaku, jika ada yg
menghambat bisa membelok atau mencari jalan lain, tetapi tidak berhenti.
Karena itu, air yang terhenti akan mengendap jadi kubangan lama-lama
dipenuhi cacing dan jadi dangkal. Mengalir ibarat air itu penting. Hal
tersebut dijabarkan dengan bekerja sebagaimana porsi dan posisi yang
kita dapat dalam hidup ini.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa manusia sesungguhnya makhluk pemalas.
Mereka mengharapkan ada kekuatan suci tertentu yang dapat menghapus
dosa-dosanya, sekaligus membawa mereka ke tempat yang suci yang nyaman.
Apakah itu benar dan masuk akal? Dalam agama apa pun kita ditegaskan
bahwa Tuhan Yang Maha Esa menunjuk para orang terpilih, orang-orang
suci, para nabi untuk menunjukkan jalan yang benar kepada umat manusia.
Tetapi, manusia itu sendirilah yang harus berusaha. Nabi-nabi hanya
memberi jalan dan arah menuju kebenaran, sedangkan keputusan ada di
manusia itu sendiri yang memutuskan untuk jadi orang baik atau orang
jahat.
Orang bijak sadar bahwa keberhasilan atau kegagalan hidupnya adalah
konsekuensi perbuatan dan hasil pikiran-pikiran yang terbentuk. Manusia
harus selalu mengintrospeksi diri, apakah pikiran dan perbuatan sesuai
dengan hukum alam dan kehendak Yang Mahakuasa? Karena pahala dan dosa
tidak bisa diwakilkan, dan harus ditanggung sendiri.
Kita tahu hukum Tuhan itu jelas. "Siapa berbuat, dia harus menanggung
akibatnya." Pembuat kebaikan akan mendapat kebaikan, pembuat kejahatan
akan mendapat imbalan yang setimpal dengan kejahatannya. Bahkan, Sang
Buddha pun bersabda, "Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan, oleh diri
sendiri pula seseorang menjadi suci. Suci atau tidak suci bergantung
pada diri sendiri. Tidak seorang pun dapat menyucikan orang lain"
Apakah bisa kita mungkiri bahwa hidup di dunia adalah medan perjuangan
yang bergelimang penderitaan? Sebagian orang masih menyangkal karena
mereka hidup dalam kondisi serbabaik dan menyenangkan. Karena itu kita
melihat dengan mata hati, dunia ini sebagai surga atau sebagai neraka
penderitaan. Hanya diri sendiri yang bisa menjawab karena mengalaminya.
Pertanyaan yang menggoda yang muncul sebagai berikut. "Adakah dari kita
yang suatu saat bisa menghindarkan diri dari ketuaan, penyakit, dan
kematian?" Tentu saja jawabannya tidak. Karena itu, jalani hidup dengan
bersyukur dengan menghargai pemberian Tuhan, yaitu nyawa (jiwa) yang
bersemayam di dalam tubuh kita.
Saturday, October 13, 2012
Friday, October 12, 2012
makalah pendidikan lingkungan hidup untuk sd
RUANG LINGKUP DAN PENDEKATAN
PENDIDIKAN LINGKUNGAN
A. Pengertian Pendidikan Lingkungan dan Kependudukan
Pendidikan dalam arti luas adalah segala pengalaman belajar diberbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu.
Pendidikan dalam arti sempit dalam prakteknya identik dengan penyekolahan (schooling), yaitu pengajaran formal dibawah kondisi-kondisi yang terkontrol, jadi pendidikan hanya berlangsung bagi mereka yang menjadi siswa pada suatu sekolah atau mahasiswa pada suatu perguruan tinggi.
Menururut UU SPN No. 20 Tahun 2003 “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masayarakat, bangsa dan negara”.
Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan segala makhluk hidup, makhlik tak hidup, dan daya serta manusia dengan segala perilakunya, yang saling berhubungan secara timbal balik, jika ada perubahan salah satu komponen akan mempengaruhi komponen lainnya.
Yang dimaksud dengan Kependudukan adalah sejumlah orang yang tinggal disuatu wilayah atau daerah dengan segala kebudayaan, tata kehidupan dan adanya peraturan pemerintahan yang mengaturnya.
Untuk mengendalikan lingkungan agar tetap terjaga sebagai mana mestinya maka diperlukan pendidikan kepada setiap individu selanjutnya setiap penduduk agar bisa menjaga ekosistem dan kesetabilan lingkungannya.
B. Pendekatan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH)
PLH adalah program pendidikan untuk membina anak didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawab terhadap alam dan terlaksananya pembangunan yang berkelanjutan.(Mustofa).
Tujuan PLH adalah agar siswa memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku rasional dan bertanggung jawab terhadap masalah kependudukan dan lingkungan hidup. PLH bukan mata pelajaran yang berdiri sendiri melainkan mata pelajaran yang di integrasikan keberbagai mata pelajaran dalam kurikulum terutama kurikulum SD yang berlaku.
Pendidikan Lingkungan Hidup pada jalur pendidikan formal dapat ditempuh melalui dua pendekatan yaitu pendekatan monolitik dan integrative.
1. Pendekatan Monolitik
Pendekatan monolitik adalah pendekatan yang didasarkan pada suatu pemikiran bahwa setiap mata pelajaran merupakan komponen yang berdiri sendiri dalam kurikulum dan mempunyai tujuan tertentu dalam kesatuan yang utuh. System pendekatan ini dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu:
1) Membangun satu disiplin ilmu baru yang diberi nama PLH. Nantinya dijadikan mata pelajaran yang terpisah dari ilmu-ilmu lain.
2) Membangun paket PLH yang merupakan mata pelajaran yang berdiri sendiri.
Kelebihan pendekatan monolitik
1) Mata pelajaran yang berdiri sendiri.
2) Persiapan mengajar lebih mudah dan bahan-bahannya dapat diketahui dari silabus.
3) Pengetahuan yang diperoleh siswa akan lebih sintesis.
4) Waktu yang disediakan dapat secara khusus, pencapaian tujuan bisa lebih aktif.
5) Evaluasi belajar bisa lebih jelas dan mudah.
Kelemahan Pendekatan Monolitik
1) Perlu dibuat silabus sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri sejajar dengan mata pelajaran lain.
2) Perlu menambah tenaga pengajar yang mempunyai spesialisasi dalam Pendidikan Lingkungan Hidup.
3) Kemungkinan menambah beban belajar siswa dari mata pelajaran yang ada sekarang dalam kurikulum.
2. Pendekatan Terpadu (Integratif)
Pendekatan terpadu adalah pendekatan yang didasarkan pemaduan mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup dengan mata pelajaran lain. Pendekatan ini dapat ditempuh melalui dua cara, yaitu:
a. Membangun suatu unit atau seri pokok bahasan yang disiapkan untuk dipadukan kedalam mata pelajaran tertentu.
b. Membangun suatu program inti yang bertitik tolak dari suatu mata pelajaran tertentu.
Kelebihan Pendekatan Terpadu
1) Tidak perlu menambah tenaga kerja pengajar khusus dibidang PLH.
2) Makin banyak guru mata pelajaran lain yang terlibat sehingga siswa memperoleh bahan yang lebih banyak.
Kelemahan pendekatan terpadu
1) Perlu adanya penataran guru untuk pelajaran PLH yang dipadukan.
2) Perlu mengubah silabus dan jam pelajaran yang telah ada.
3) Timbul kesulitan proses untuk memadukan PLH dengan pelajaran lain.
4) Kemungkinan tenggelamnya program PLH ke dalam mata pelajaran lain dan sebaliknya.
5) Keterbatasan waktu yang tersedia dapat menghambat tercapainya tujuan dengan baik.
6) Evaluasi perlu cara khusus karena adanya dua tujuan dalam satu kegiatan pembelajaran.
Pertimbangan pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan pelaksanaan PLH dalam program sekolah melalui pendekatan terpadu. Agar ini berhasil maka perlu memperhatikan factor-faktor sebagai berikut:
a. Perpaduan harus dilakukan secara tepat agar pengetahuan mata pelajaran yang dijadikan perpaduan tidak mengalami perubahan susunan.
b. Susunan pengetahuan yang jadi perpaduan berdasarkan kurikulum yang ada pada system persekolahan yang sedang berlaku.
c. Mata pelajaran induk yang dipilih sebagai wadah perpaduan memiliki daya serap yang cukup.
Adapun mata pelajaran yang utama sebagai wadah perpaduan adalah Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, PENJAS dan Pendidikan Kewarga Negaraan.
C. Ruang Lingkup Keadaan Sekitar Lingkungan Kependudukan
Dalam lingkungan tidak lepas dari dua komponen biotik dan abiotik. Biotik didalamnya terdapat mahluk hidup termasuk manusia, abiotik yaitu benda mati batu, tanah, matahari, anggin, air dan sebagainya. Tetapi yang paling besar peranannya adalah manusia.
Manusia pada dasarnya sebagai mahluk individu yang hidupnya pengen sendiri serakah, tetapi manusia juga tidak lepas dari orang lain dan lingkungan sekitar karena itu manusia disebut juga mahkluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri ia membutuhkan interaksi dengan sesamanya dilingkungan hidup ini. Karena secara naluriah manusia selalu ingin berkumpul dengan orang lain sebab memiliki akal yang sempurna.
Segala hal yang melibatkan dua orang atau lebih, melibatkan orang lain berarti sosial.
a. Individu dan Masyarakat
Manusia adalah salah satu makhluk yang ada di dunia, tetapi manusia lebih sempurna dengan makhlik lainnya yang ada di dunia. Karena adanya akal dan perbuatannya pun diatur oleh akal hanya sebagian kecil diatur oleh naluri. Dengan akalnya itu manusia mempunyai pengetahuan dan terus mengembangkan sehingga tercipta sesuatu hal yang baru dan lebih bermanfaat. Namun potensial itu hanya mungkin menjadi kenyataan apabila individu yang berpotensial bersangkutan saling berinteraksi dan hidup dalam suatu masyarakat saling timbal balik dan saling melengkapi.
b. Kelompok Sosial
Kecenderungan manusia untuk berkumpul/berkelompok timbul dari kesadaran manusia akan keinginan hidup saling memerlukan. Pergaulan antar sesama manusia adalah kebutuhan dan dari pengalamannya itu manusia harus memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan itu semua tidak bisa dilakukan sendiri yakni harus ada timbale balik dari sesamanya dilingkungan sosial tersebut, maka itu terjadilah interaksi sosial.
c. Hubungan Makhluk dengan Lingkungan
Lingkungan terdiri komponen biotik dan abiotik. Biotik terdiri dari manusia, hewan dan tumbuhan. Abiotik terdiri dari benda-benda tak bernyawa yang ada disekitar kita.
Antara makhluk yang satu dengan yang lainnya saling ketergantungan dan saling melengkapi, seperti manusia membutuhkan hewan dan tumbuhan untuk keperluan pangan, butuh air untuk minum dan lainnya. Hewan dan tumbuhan membutuhkan air untuk bertahan hidup, butuh matahari dan sebagainya.
d. Penduduk dan Sumber Daya Alam (SDA)
Manusia hidup bersama unsur lingkungan yang lainnya yakni SDA. SDA adalah segala sesuatu yang ada di alam berupa biotik atau abiotik yang dapat dimanfaatkan manusia untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
Jumlah penduduk makin meningkat berarti kebutuhannya juga meningkat. Dengan berbagai cara manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan tetapi hasil dari pengetahuan dan IPTEK ada yang menguntungkan ada juga yang tidak. Sebab SDA menurut jenisnya ada dua yaitu biotik dan abiotik, menurut sifatnya SDA yang dapat diperbaharui dan SDA yang tidak dapat diperbaharui, oleh sebab itu kita harus waspada atas kelestarian SDA.
Agar SDA tetap lestari keberadaannya dibutuhkan pemeliharaan lingkungan dan tidak mudah tentunya, maka harus ada kesadaran seluruh warga dalam melestarikan lingkungan dan disini diperlukan pendidikan agar tiap individu bisa melakukannya.
D. Permasalahan Lingkungan dan Kependudukan
Masalah lingkungan hidup adalah suatu persoalan yang dihadapi semua bangsa di dunia baik bangsa yang maju dan berkembang. Menurut Emil Salim (1986), sudah sejak lama masyarakat Indonesia hidup akrab dengan lingkungan alam juga memiliki semangat kekeluargaan yang besar dalam lingkungan sosial, dengan kata lain masyarakat Indonesia telah menerapkan pola hidup yang serasi dengan lingkungan hidup.
Jumlah penduduk mempengaruhi keseimbangan lingkungan, penyediaan sumber kekayaan lingkungan juga jadi tujuan sebagai bahan pemenuhan kebutuhan hidup. Penggunaan teknologi dan ilmu pengetahuan yang tidak tepat dapat mengganggu keseimbangan lingkungan, peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan IPTEK akan diikuti oleh pemakaian lahan.
Tahun 1972 diadakan konferensi PBB di Stockholm, dan membahas tentang lingkungan hidup. Oleh karena tanggal 5 juni 1972 merupakan hari pembukaan konferensi maka tanggal 5 juni disepakati sebagai hari lingkungan hidup sedunia.
Lingkungan Hidup dan Sistem Lingkungan
1. Lingkungan hidup
Ilmu yang mendasari tentang lingkungan adalah Ekologi. Ilmu lingkungan mempelajari makhluk hidup berdasarkan unit populasinya. Akibat naiknya kepadatan populasi akan timbul persaingan dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Akan timbul akibat persaingan tersebuit yaitu jika:
1) Efek ekologi bila berlangsung pada waktu singkat.
2) Efek evolusi bila berlangsung pada waktu relatife lama.
Ada 2 faktor lingkungan yang dapat menurunkan daya baik populasi yaitu:
1) Bergantung kepadatan populasi itu sendiri, seperti ruang untuk hidup.
2) Factor yang tidak bergantung pada kepadatan populasi, seperti suatu lingkungan tertentu.
Menurut Soemarwoto (1985) ada beberapa factor yang menentukan lingkungan hidup yaitu:
1) Jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup.
2) Hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan.
3) Kelakuan atau kondisi unsur lingkungan hidup.
4) Non-material, suhu, cahaya, kebisingan.
2. Teknologi dan lingkungan
Ilmu dan teknologi memberi peluang kepada manusia untuk merubah lingkungan. Perubahan yang terjadi bisa secara cepat atau lambat. Manusia menggunakan teknologi dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi perlu diingat bahwa pada hakikatnya teknologi selain dapat membawa kesejahteraan dapat pula membawa bencana.
Pemakaian ilmu dan teknologi dalam meningkatkan kualitas hidup manusia memberikan efek samping tersendiri. Adanya pabrik dan berbagai industri akan menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan. WHO telah menetapkan ada 4 tingkat pencemaran, yaitu:
1) Pencemaran yang tidak menimbulkan kerugian kepada manusia jika dilihat dari zat pencemaran dan waktu kontaknya dengan lingkungan.
2) Pencemaran yang mulai mengakibatkan iritasi ringan pada panca indra.
3) Pencemaran yang sudah mengakibatkan reaksi pada paal tubuh dan menyebabkan sakit kronis.
4) Pencemaran yang sudah besar sehingga menimbulkan gangguan dan menyebabkan sakit parah bahkan kematian.
Manfaat teknologi
Teknologi sangat bermanfaat bagi manusia diantaranya adalah:
- Teknologi informasi dan komunikasi misalnya; dapat menyaksikan dan mendengarkan peristiwa yang terjadi di negara lain yang jaraknya sangat jauh, adanya TV, komputer, radio, telepon genggam, satelit dan sejenisnya.
- Teknologi transfortasi misalnya; adanya kendaraan bermotor mobil, kereta, kapal laut, pesawat terbang dapat mempermudah berpindah dari satu tempat ketempat lain yang jauh dalam waktu yang singkat.
- Bidang kedokteran misalnya; telah menggunakan sinar radio aktif untuk diagnosis dan pengobatan, pada pengobatan kangker misalnya.
- Bidang pertanian misalnya; petani dapat mengusahakan tanamannya sepanjang tahun karena tidak lagi mengandalkan sipat-sipat alam seperti curah hujan, unsur hara, sinar matahari dan sebagainya. Pengairan dengan mesin pompa, irigasi, pupuk buatan, insektisida, herbisida dan lainnya.
- Bidang keamanan misalnya; pesawat zet tempur, senjata api, bom dan lainnya sering dipakain dalam perang.
Akibat buruk teknologi
Teknologi juga ada dampak buruknya yakni; adanya pencemaran udara akibat kendaraan bermotor dan pabrik, pencemaran lingkungan, limbah pabrik yang tidak termanfaatkan. Penggunaan gas-gas beracun dan sebagainya ini menyebabkan lapisan ozon menipis akibatnya suhu meningkat, panas, banyak penyakit terutama kangker kulit.
Akibat intensifikasi pertanian banyak burung yang musnah, penggunaan insektisida, herbisida, pupuk buatan dan zat sejenisnya dapat mengakibatkan kesuburan tanah hilang dalam waktu relati lama dan akhirnya ketergantungan zat-zat kimia tersebut dan membahayakan kita. Insektisida DDT, adalah hidrat orang yang diklorinasi dan tidak larut di air, bila terkonsumsi akan terjadi penurunan populasi hewan khususnya.
Gampangnya mendapat informasi, memudahkan orang yang menyalah gunakan teknologi misalnya; Telepon untuk maksiat, TV, memudahkan orang berbuat jahat dan sebagainya itu semua penyalah gunaan teknologi yang harus kita waspadai.
E. Fungsi Pendidikan Lingkungan Hidup terhadap Kependudukan
Proses belajar mengajar sebaiknya dilakukan dengan pendekatan lingkungan alam sekitar (PLAS). Dasar filosofis mengajar dengan mengimpelementasikan pendekatan lingkungan alam sekitar adalah dari Rousseau dan Pestalozzi.
Jean Jacques Rousseau (1712-1788), mengatakan bahwa kesehatan dan aktifitas fisik adalah faktor utama dalam pendidikan anak-anak. Rousseau percaya bahwa “anak harus belajar langsung dari pengalaman sendiri, dari pada harus mendengarkan dari penjelasan buku”. Disini lingkungan sangat berperan penting dalam proses pembelajaran.
Johann Heinrich Pestalozzi (1716-1827), seorang pendidik berkebangsaan Swiss, dengan konsef “Home School”nya, menjadikan lingkungan alam sekitar sebagai objek nyata untuk memberikan pengalaman pertama bagi anak-anak. Pestalozzi juga mengajarkan ilmu bumi dan alam sekitar kepada anak didiknya dengan fasilitas yang ada dilingkungan sekitarnya dan menanamkan rasa tanggung jawab pada diri anak akan dirinya sendiri juga lingkungan agar tetap seimbang.
Tanpa adanya campur tangan manusia, lingkungan hidup belum tentu dapat terawat. Makanya dari pada itu, kependudukan mesti berperan aktif dalam upaya menyalamatkan lingkungan.
Di antaranya adalah:
1. Peran sebagai pengelola, bukan penghancur lingkungan.
Saat ini, banyak sekali penduduk yang perannya tidak sesuai dengan kenyataan. Yang mestinya menjadi pengelola, malah yang menjadi pengrusaknya. Pohon ditebang, lahan dieksporitasi dan udara dibuat mengandung penyakit.
2. Peran sebagai penjaga, bukan perusak lingkungan.
Kalau dalam diri penduduk sudah sadar akan pentingnya lingkungan hidup untuk kehidupannya. Maka, mereka akan menjadi penjaga, bukan menjadi perusak demi kepentingan pribadinya.
Sebab itulah pendidikan lingkungan di butuhkan dan harus diberikan kepada anak sejak dini agar mereka mengerti dan kelak tidak merusak lingkungan.
Pendidikan lingkungan sangat berpengaruh tehadap kependudukan, diantaranya:
1. Aspek Kognitif
Pendidikan lingkungan mempunyai fungsi terhadap kognitif yakni untuk meningkatkan pemahaman terhadap permasalahan lingkungan kependudukan, selain itu meningkatkan daya ingat, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi terhadap kondisi yang terjadi dalam lingkungan sekitarnya.
2. Aspek Afektif
Sementara itu, Pendidikan lingkungan berfungsi juga dalam aspek afektif, yakni dapat meningkatkan penerimaan, penilaian, pengorganisasian dan karakteristik kepribadian dalam menata kehidupan dalam keselarasan dengan alam. Sehingga, adanya penataan teradap kependudukan dilingkungan hidupnya.
3. Aspek Psikomotor
Dalam aspek psikomotor, fungsi Pendidikan Lingkungan cukup berperan dalam peniruan, manipulasi, ketetapan, artikulasi, dan pengalamiahan dalam tentang lingkungan yang ada disekitar kita, dalam upaya ningkatkan hajanah kebudayaan misalnya.
4. Asepek Minat
Dalam aspek terakhir ini juga, fungsi dari pendidikan lingkungan terhadap kependudukan, yang dalam hal ini adalah penduduknya meningkat dalam minat yang tumbuh dalam dirinya. Minat tersebut, digunakan untuk meningkatkan usaha dalam menumbuhkan kesuksesan kependudukan yang ada.
Sjarkowi (2005), mengatakan bahwa membangun kadar pemahaman yang seimbang tentang peran aktif manusia pembangunan di tengah lingkungan hidupnya, maka di seluruh penjuru nusantara perlu diselenggarakan program penghijauan kurikula (Greening The Curicules) seperti digagas Collet, J & S dan Karakhaslan (1996). Dengan pola dan bobot pendidikan yang berwawasan lingkungan itu maka kadar kesepahaman antar sesama manusia pembangunan dan bobot kerjasama pro-aktif dan reaktif mereka terhadap bencana dan kerugian lingkungan pun akan dapat ditumbuhkan dengan cepat secara internal daerah atau bahkan kebangsaan maupun internasional.
Bencana lingkungan hidup seperti kebakaran, banjir, longsor dan lainya dapat merusak sumber daya alam. Sekali dimensi kelestarian sumber daya itu mengalami kerusakan tentunya akan sulit dipulihkan. Maka dapat dimengerti betapa pentingnya merealisasikan program pendidikan lingkungan, agar lingkungan terjaga keseimbangannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada dasarnya kehidupan ini selaras seimbang antara segala sesuatu yang ada didalamnya, yaitu makhluk hidup ada manusia, hewan dan tumbuhan, dan semua benda mati yang dapat dimanfaatkan dan mempunyai peran dalam kehidupan ini. Yang membuat lingkungan rusak dan tidak tertata lagi selain sang pencipta adalah masalah siapa yang menduduki dan menjadi pemimpin di atasn kehidupan lingkungan ini tiada lain yakni manusia.
Kalau lingkungan mau setabil berarti manusia harus bisa menata kembali tatanannya dengan cara mendidik individu-individu manusianya agar dapat mengelola lingkungannya.
Lingkungan dan Kependudukan bisa selaras apabila satu sama lain bisa seimbang. Dalam penerapan yang ada, pelaku utamanya adalah manusia selaku penduduk, yang di fokuskan kepada pengelolaan lingkungan melalui pedekatan pendidikan lingkungan muali dari tingkat SD hingga perguruan tinggi dan kepada masyarakat.
Lingkungan akan menajdi bumerang bila, kita tidak bisa mengelolanya dengan baik. Apalagi kalau sudah terjadi bencana alam maka lingkungan akan mengancam keselamatan kita.
B. Saran
Dalam kesempatan kali ini penyusun berharap dan memberikan saran agar kita selaku makhluk yang mendiami lingkungan harus bisa menjaga keseimbangan dan keselarasan lingkungan sendiri gausah disuruh dan diperintah. Mulailah dari sekarang, dari hal yang terkecil, mulai dari diri kita masing-masing.
Dan tuntutlah ilmu juga pendidikan lebih luas dan bijaksana agar tatanan kehidupan selaras seimbang antara satu hal dengan hal lain yang ada didalamnya, dengan begitu maka akan tercipta kehidupan yang aman, nyaman dan tentram terkendali
DAFTAR FUSTAKA
Syaripudin, Tatang. 2006. Landasan Pendidikan. Bandung : Sub Kordinator MKDP Landasan Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UPI
Pratomo, Suko. 2008. Pendidikan lingkungan (EnvironmentEducation). Bndung : Sonagar Press
Syamsudin, Helius dkk. 1992. Pendidikan IPS 1. Jakarta : DEPDIKNAS DIKTI PROYEK PEMBINAAN TENAGA KEPENDIDIKAN 1992/1993
R.E. Kaligis, Jenny. 1991. Pendidikan IPA. Jakarta : DEPDIKNAS DIKTI PROYEK PEMBINAAN KEPENDIDIKAN 1991/1992
Modified by ychi@2005::designed by pixelthemes.com
Dirdjosoemarto, Soendjojo dkk. 1991. Pendidikan IPA 2. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Darmodjo, Hendro. 1992. Pendidikan IPA 1. Jakarta : DEPDIKNAS DIKTI PROYEK PEMBINAAN TENAGA KEPENDIDIKAN 1992/1993
Barlia, Lily. 2006. Mengajar dengan Pendekatan Lingkungan Alam Sekitar. DEPDIKNAS DIKTI DIREKTORAT KETENAGAAN 2006
PENGANTAR
PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP
A.
Latar Belakang
1. Perkembangan Pendidikan
Lingkungan Hidup di tingkat Internasional
Pada tahun 1975, sebuah iokakarya internasional tentang
Pendidikan Lingkungan Hidup diadakan di Beograd, Jugoslavia. Pada pertemuan
tersebut dihasilkan pernyataan antar negara peserta mengenai Pendidikan
Lingkungan Hidup yang dikenal sebagai "The Belgrade Charter-a Global
Framework for Environmental Education".
Secara
ringkas tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup yang dirumuskan dalam Belgrade
Charter tersebut di atas adalah sebagai berikut:
a. Meningkatkan
kesadaran dan perhatian terhadap keterkaitan di bidang ekonomi, sosial, politik
serta ekologi, baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
b. Memberi
kesempatan bagi setiap orang untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan,
sikap/perilaku, motivasi dan komitmen, yang diperlukan untuk bekerja secara
individu dan kolektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan saat ini dan
mencegah munculnya masalah baru.
c. Menciptakan
satu kesatuan pola tingkah laku baru bagi individu, kelompok- kelompok dan
masyarakat terhadap lingkungan hidup.
2. Perkembangan Pendidikan Lingkungan
Hidup di tingkat Association of Southeast Asian Nations (ASEAN)
Program pengembangan pendidikan lingkungan bukan merupakan
hal yang baru di lingkup ASEAN. Negara-negara anggota ASEAN telah mengembangkan
program dan kegiatan sejak\onferensi internasional Pendidikan Lingkungan Hidup
pertama di Beograd tahun 1975. Sejak dikeluarkannya ASEAN Environmental
Education Action Plan (AEEAP) 2000-2005, masing-masing negara anggota ASEAN
perlu memiliki kerangka kerja untuk pengembangan dan pelaksanaan pendidikan
lingkungan. Indonesia sebagai negara anggota ASEAN turut aktif dalam merancang
dan melaksanakan AEEAP 2000-2005 yang pada intinya merupakan tonggak sejarah
yang penting dalam upaya kerjasama regional antar sesama negara anggota ASEAN
dalam turut meningkatkan pelaksanaan pendidikan lingkungan di masing-masing
negara anggota ASEAN.
3.
Perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia
Di Indonesia perkembangan penyelenggaraan pendidikan
lingkungan dimulai pada tahun 1975 di mana Institut Keguruan llmu Pendidikan
(IKIP) Jakarta untuk pertama kalinya merintis pengembangan pendidikan
lingkungan dengan menyusun Garis-garis Besar Program Pengajaran Pendidikan
Lingkungan Hidup yang diujicobakan di 15 Sekolah Dasar Jakarta pada periode
tahun 1977/1978.
Pada tahun 1979 dibentuk dan berkembang Pusat Studi
Lingkungan (PSL) di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta. Bersama dengan
itu, mulai dikembangkan pendidikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
oleh semua PSL di bawah koordinasi Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan
Lingkungan Hidup (Meneg PPLH). Sampai tahun 2002, jumlah PSL yang menjadi
anggota Badan Koordinasi Pusat Studi Lingkungan (BKPSL) telah berkembang
menjadi 87 PSL dan di samping itu berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun
swasta mulai mengembangkan dan membentuk program khusus pendidikan lingkungan,
misalnya di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Pada jenjang pendidikan dasar dan menengah (menengah umum
dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan
lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalarn sistem kurikulum tahun
1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke
dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini
berbagai pelatihan tentang lingkungan hiduptelah diperkenalkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD,SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Prakarsa pengembangan pendidikan lingkungan juga dilakukan
oleh berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pada tahun 1996/1997 terbentuk
Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) yang beranggotakan LSM-LSM yang berminat
dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2001
tercatat 76 anggota JPL yang bergerak dalarn pengembangan dan pelaksanaan
pendidikan lingkungan.
4.
Permasalahan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia
Dalam pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup selama ini,
dijumpai berbagai situasi permasalahan antara lain: rendahnya partisipasi
masyarakat untuk berperan dalam Pendidikan Lingkungan Hidup yang disebabkan
oleh kurangnya pemahaman terhadap permasalahan pendidikan lingkungan yang ada,
rendahnya tingkat kemampuan atau keterampilan dan rendahnya komitmen masyarakat
dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
Di samping itu, pemahaman pelaku pendidikan terhadap
pendidikan lingkungan yang masih terbatas menjadi kendala pula. Hal ini dapat
dilihat dari persepsi para pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup yang sangat
bervariasi. Kurangnya komitmen pelaku pendidikan juga mempengaruhi keberhasilan
pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup. Dalam jalur pendidikan formal, masih
ada kebijakan sekolah yang menganggap bahwa Pendidikan Lingkungan Hidup tidak
begitu penting sehingga membatasi ruang dan kreativitas pendidik untuk mengajarkan
Pendidikan Lingkungan Hidup secara komprehensif.
Materi dan metode pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup
yang selama ini digunakan dirasakan belum memadai sehingga pemahaman kelompok
sasaran mengenai pelestarian lingkungan hidup menjadi tidak utuh. Di samping
itu, materi dan metode pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang tidak
aplikatif kurang mendukung penyelesaian permasalahan lingkungan hidup yang
dihadapi di daerah masing-masing.
Sarana dan prasarana dalam Pendidikan Lingkungan Hidup juga
memegang peranan penting. Namun demikian, umumnya hal ini belum mendapatkan
perhatian yang cukup dari para pelaku. Pengertian terhadap sarana dan prasarana
untuk Pendidikan Lingkungan Hidup seringkali disalahartikan sebagai sarana
fisik yang berteknologi tinggi sehingga menjadi faktor penghambat tumbuhnya
motivasi dalam pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup.
Hal lain yang menjadi faktor penghambat adalah kurangnya
ketersediaan anggaran Pendidikan Lingkungan Hidup. Kurangnya kemampuan
Pemerintah untuk mengalokasikan dan meningkatkan anggaran pendidikan lingkungan
jugamempengaruhi perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup tersebut. Selain itu,
pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup di berbagai instansi baik pemerintah
maupun swasta tidak dapat maksimal karena terbatasnya dana/anggaran dan
kemungkinan penggunaannya yang kurang efisien dan efektif.
Lemahnya koordinasi antar instansi terkait dan para pelaku
pendidikan menyebabkan kurang berkembangnya Pendidikan Lingkungan Hidup. Hal
ini terlihat dengan adanya gerakan Pendidikan Lingkungan Hidup (formal dan
nonformal/informal) yang masih bersifat sporadis, tidak sinergis dan saling
tumpang tindih.
Di samping itu, faktor penting yang sangat mempengaruhi
kurang berkembangnya Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia adalah belum
adanya kebijakan Pemerintah yang secara tertntegrasi mendukung perkembangan
Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia, seperti misalnya kebijakan yang
dilakukan selama ini hanya bersifat bilateral dan lebih menekankan kerja sama
antar instansi (contoh: MoU tahun 1996 antara Deparlemen Pendidikan dan
Kebudayaandengan Kantor Menten Negara Lingkungan Hidup, dll), sementara di
beberapa kabupaten/kota sampai saat ini belum ada peraturan daerah yang secara
spesifik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan masalah Pendidikan Lingkungan
Hidup.
Dari gambaran situasi permasalahan di alas, dapat
disimpulkan bahwa kurang berkembangnya Pendidikan Lingkungan Hidup selama ini
disebabkan oleh berbagai kelemahan pada:
1. kebijakan
pendidikan nasional;
2. kebijakan
pendidikan daerah;
3. unit
pendidikan (sekolah-sekolah) untuk mengadopsi dan menjalankan perubahan sistem
pendidikan yang dijalankan menuju Pendidikan Lingkungan Hidup;
4. masyarakat
sipil, lembaga swadaya masyarakat, dan dewan perwakilan rakyat untuk mengerti
dan ikut rnendorong terwujudnya Pendidikan Lingkungan Hidup;
5. proses-proses
komunikasi dan diskusi intensif yang memungkinkan terjadinya transfer nilai dan
pengetahuan gunapembaruan kebijakan pendidikan yang ada.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka untuk
kepentingan perkembangan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia pada masa
yang akan datang, perlu disusun suatu kebijakan nasional Pendidikan Lingkungan
Hidup di Indonesia untuk dijadikan acuan bagi semua pihak terkait bagi pelaksanaan
dan pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup.
B.
Pengertian dan Definisi
- Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak manusia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara;
- Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain;
- Pendidikan Lingkungan Hidup adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya pelestarian dan keselamatan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang;
- Pendidikan Lingkungan Hidup Formal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang diselenggarakan melalui sekolah, terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi dan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang dengan metode pendekatan kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang monolitik (tersendiri);
- Pendidikan Lingkungan Hidup nonformal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (misalnya pelatihan AMDAL, ISO 14000, Penyidik Pegawai Negeri Sipil/PPNS);
- Pendidikan Lingkungan Hidup informal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar sekolah dan dilaksanakan tidak terstruktur maupun tidak berjenjang;
- Kelembagaan Pendidikan Lingkungan Hidup adalah seluruh lapisan masyarakat yang meliputi pelaku, penyelenggara dan pelaksana Pendidikan Lingkungan Hidup, baik di jalur formal, nonformal dan informal.
C.
VISI DAN MISI
1.
Visi
Visi Pendidikan Lingkungan Hidup:
Terwujudnya manusia Indonesia yang memiliki pengetahuan,
kesadaran dan keterampilan untuk berperan aktif dalam melestarikan dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
Pada
hakikatnya visi ini bertitik tolak dari latar belakang permasalahan Pendidikan
Lingkungan Hidup yang ada selama ini dan sejaian dengan fiiosofi pembangunan
berkeianjutan yang menekankan bahwa pembangunan harus dapat memenuhi aspirasi
dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan
aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang serta melestarikan dan mempertahankan
fungsi lingkungan dan daya dukung ekosistem.
2.
Misi
Untuk dapat mewujudkan visi tersebut di atas, maka
ditetapkan misi yang harus dilaksanakan, yaitu:
1. Mengembangkan
kebijakan pendidikan nasional yang berparadigma lingkungan hidup;
2. Mengembangkan
kapasitas kelembagaan Pendidikan Lingkungan Hidup di pusat dan daerah;
3. Meningkatkan
akses informasi Pendidikan Lingkungan Hidup secara merata;
4. Meningkatkan
sinergi antar pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup.
D.
TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP KEBIJAKAN
1.
Tujuan
Tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup:
Mendorong dan memberikan kesempatan kepada masyarakat
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang pada akhirnya dapat
menumbuhkan kepedulian, komitmen untuk melindungi, memperbaiki serta
memanfaatkan lingkungan hidup secara bijaksana, turut menciptakan pola perilaku
baru yang bersahabat dengan lingkungan hidup, mengembangkan etika lingkungan
hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
Sesuai dengan tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup, maka kebijakan
Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia disusun untuk menciptakan iklim yang
mendorong semua pihak agar berperan dalam pengembangan Pendidikan Lingkungan
Hidup untuk pelestarian lingkungan hidup.
2.
Sasaran
Sasaran kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup adalah:
a. terlaksananya
Pendidikan Lingkungan Hidup di lapangan sehingga dapat tercipta kepeduiian dan
komitmen masyarakat dalam turut melindungi, melestarikan dan meningkatkan
kualitas lingkungan hidup, dan
b. tercakupnya
seluruh kelompok masyarakat, baik di perdesaan dan perkotaan, tua dan muda,
laki-laki dan perempuan di seluruh wilayah Indonesia sehingga tujuan Pendidikan
Lingkungan Hidup bagi seluruh rakyat Indonesia dapat terwujud dengan baik.
3.
Ruang Lingkup
Ruang
lingkup Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup meliputi hal-hal
sebagai
berikut:
a. Pelaksanaan
Pendidikan Lingkungan Hidup melalui jalur formal, nonformal
b. dan
jalur informal oleh seluruh stakeholder.
c. Pengembangan
berbagai aspek yang meliputi: a) kelembagaan, b) SDM selaku pelaku/pelaksana
maupun selaku objek Pendidikan Lingkungan Hidup, c) sarana dan prasarana, d)
pendanaan, e) materi, f) komunikasi dan informasi, g) peran serta masyarakat,
dan h) metode pelaksanaan.
E.
KEBIJAKAN PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP
a.
Landasan Kebijakan
Kebijakan
Pendidikan Lingkungan Hidup disusun berdasarkan:
1.
UU No.23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2.
UU No.22Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah;
3.
UU No. 25Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusatdan Daerah;
4.
UU No.25Tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional;
5.
UU No. 20Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasiona!;
6.
Keputusan Bersama Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor
15Tahun 1991 dan Nomor 38Tahun 1991; tentang Peningkatan Pemasyarakatan
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Melalui Jalur Agama.
7.
Memorandum Bersama antara Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
0142/U/1996 dan Nomor KEP:89/MENLH/5/1996 tentang Pemb'maan dan Pengembangan
Pendidikan Lingkungan Hidup;
8.
Naskah Kerjasama antara Pusat
Pengembangan Penataran GuruTeknologi Malang sebagai Pusat Pengembangan
Pendidikan Lingkungan Hidup Nasional untuk Sekolah Menengah Kejuruan dan
Direktorat Pengembangan Kelembagaan/Pengembangan Sumber Daya Manusia, Badan
Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 218/C19ATT/1996 dan Nomor B-1648/I/06/96
tentang Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup pada Sekolah Menengah
Kejuruan.
9.
Piagam Kerjasama Menteri Negara
Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan dengan Menteri
Dalam Negeri Nomor 05/MENLH/8/1998 dan*Nomor 119/1922/SJ tentang Kegiatan
Akademik dan Non Akademik di Bidang Lingkungan Hidup;
10.
Komitmen-komitmen Internasional yang
berkaitan dengan Pendidikan Lingkungan Hidup.
b.
Kebijakan Umum
Kebijakan
umum Pendidikan Lingkungan Hidup terdiri dari:
1. Kelembagaan
Pendidikan Lingkungan Hidup menjadi wadah/ sarana menciptakan perubahan
perilaku manusia yang berbudaya lingkungan
Selama
ini pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup di lapangan masih banyak menghadapi
berbagai hambatan. Salah satu hambatan yang dirasakan sangat krusial adalah
beium optimalnya kelembagaan Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia sebagai
wadah yang ideal dan efektif dalam mendorong keberhasilan pelaksanaan
Pendidikan Lingkungan Hidup di lapangan. Kelembagaan Pendidikan Lingkungan
Hidup yang ideal dan efektif tersebut perlu memperhatikan berbagai aspek yang
meliputi antara lain adanya:
a. kebijakan
pemerintah pusat, daerah dan komitmen seluruh stakeholder yang mendukung
pengembangan Pendidikan
b. Lingkungan
Hidup,
c. jejaring
dan kerjasama antar lembaga pelaksana PendidikanLingkungan Hidup,
d. mekanisme
kelembagaan yang jelas yang meliputi tugas, fungsi dan tanggungjawab
masing-masing pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup, dan
d. sistem monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup.
2. Sumber
daya manusia Pendidikan Lingkungan Hidup yang berkualitas dan berbudaya
lingkungan
Berhasil
tidaknya pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup di lapangan ditentukan antara
lain oleh kualitas dan kuantitas pelaku
dan kelompok sasaran Pendidikan
Lingkungan Hidup. Dengan meningkatnya kualitas dan kuantitas pelakuPendidikan
Lingkungan Hidup (misainya: guru, pengajar, fasililator) diharapkan akan
menghasilkan sumber daya manusia yang berpengetahuan, berketerampilan, bersikap
dan berperilaku serta mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pelestarianfungsi
lingkungan hidup di sekitarnya.
3. Sarana dan prasarana Pendidikan
Lingkungan Hidup sesuai
dengan kebutuhan
Agar proses belajar-mengajar dalam
Pendidikan Lingkungan Hidup dapat berjalan dengan baik, perlu didukung dengan
sarana dan prasarana yang memadai. Sarana dan prasarana tersebut meliputi
antara lain: laboratorium, perpustakaan, ruangkelas, peralatan
belajar-mengajar. Di samping itu, dalam melaKsanakan Pendidikan Lingkungan
Hidup, alam dapat digunakan sebagai sarana pengetahuan.
4. Pengalokasian dan pemanfaatan
anggaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang efisien dan efektif
Penyelenggaraan Pendidikan
Lingkungan Hidup perlu didukung pendanaan yang memadai. Pendanaan dan
pengalokasian anggaran bagi pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup tersebut
sangat bergantung kepada komitmen pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup di semua
tingkatan, baik pusat dan daerah. Agar Pendidikan Lingkungan Hidup dapat
dilaksanakan dengan baik perlu adanya komitmen semua pihak dalam pengalokasian
anggaran yang memadai dan penggunaan anggaran Pendidikan Lingkungan Hidup yang
efisien dan efektif.
5. Materi Pendidikan Lingkungan
Hidup yang berwawasan pembangunan berkelanjutan, komprehensif dan aplikatif
Penyusunan materi Pendidikan
Lingkungan Hidup harus mengacu pada tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup dengan
memperhatikan tahap perkembangan dan kebutuhan yang ada saat ini. Untuk itu,
materi Pendidikan Lingkungan Hidup perlu dipersiapkan secara matang dengan
mengintegrasikan pengetahuan lingkungan yang berwawasan pembangunan
berkelanjutan, dan disusun secara komprehensif, serta mudah diaplikasikan
kepada seluruh kelompok sasaran.
6. Informasi yang berkualitas dan
mudah diakses sebagai dasar komunikasi yang efektif
Kualitas informasi tentang
Pendidikan Lingkungan Hidup perlu terus dibangun dan dijamin ketersediaannya
agar setiap orang mudah mendapatkan informasi tersebut. Informasi yang
berkualitas dapat digunakan untuk pelaksanaan komunikasi efektif antar pelaku
dan kelompok sasaran serta bagi pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup.
7. Keterlibatan dan ketersediaan
ruang bagi peran serta masyarakat untuk berpartisipasi dalam Pendidikan
Lingkungan Hidup
Keterlibatan masyarakat diperlukan
dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Pendidikan Lingkungan Hidup.
Oleh karena itu, pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup perlu memberikan peran yang
jelas bagi keterlibatan masyarakat tersebut.
8.
Metode Pendidikan Lingkungan Hidup berbasis kompetensi
Metode pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan hal
yang penting dan sangat berperan dalam menghasilkan proses pembelajaran yang
berkualitas. Pengembangan metode pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang
baik (berbasis kompetensi dan aplikatif), dapat meningkatkan kualitas
Pendidikan Lingkungan Hidup sehingga dapat mencapai sasaran yang diharapkan.
C.
Strategi Pelaksanaan
Strategi pelaksanaan Kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup
merupakan penjabaran kebijakan umum yang tertuang dalam butir B di atas.
Strategi ini memberikan kerangka umum untuk mewujudkan cita-cita pengembangan
Pendidikan Lingkungan Hidup di Indonesia, sehingga dapat diciptakan manusia
Indonesia yang berpengetahuan, berketerampilan, bersikap dan mempunyai komitmen
yang tinggi terhadap nasib lingkungan hidup kita serta dapat turut bertanggung
jawab aktif dalam upaya pelestarian lingkungan hidup di sekitar kita.
Strategi-strategi ini saling berkait satu dengan lainnya,
namun demikian hal ini tidak berarti strategi-strategi harus menjadi satu
kesatuan yang berurutan, sehingga dalam pelaksanaan strategi tersebut tidak
perlu dilaksanakan secara seri berdasarkan urutan strategi yang ada.
Strategi
Pelaksanaan ini meliputi:
1. Meningkatkan kapasitas
kelembagaan Pendidikan Lingkungan Hidup sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap
dan kemampuan dalam pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang ditujukan untuk:
a. mendorong
pembentukan, penguatan dan pengembangan
(revitalisasi) kapasitas kelembagaan
PLH,
b. mendorong
tersusunnya kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup di tingkat Pusat dan Daerah,
c. memperkuat
koordinasi dan jaringan kerja sama pelaku Pendidikan Lingkungan Hidup,
d. membangun
komitmen bersama untuk PLH (termasuk komitmen pendanaan),dan
e. mendorong
terbentuknya sistem monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Pendidikan Lingkungan Hidup.
2. Meningkatkan kualitas dan
kemampuan (kompetensi) SDM PLH, baik pelaku maupun kelompok sasaran Pendidikan
Lingkungan Hidup sedini mungkin melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif
Mengembangkan kualitas SDM Masyarakat, yang meliputi guru,
murid sekolah, aparatur pemerintah, para ulama serta seluruh lapisan masyarakat
sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh harus dilakukan melalui
berbagai upaya proaktif dan reaktif. Upaya ini harus dilakukan oleh seluruh
komponen bangsa sehingga generasi muda, subjek dan objek pendidikan lingkungan
dapat berkembang secara optimal. Selain itu, peningkatan kemampuan SDM di
bidang lingkungan hidup dalam profesionalitas (kompetensi) tenaga pendidik, dan
peningkatan kuaiitas masyarakat dan peningkatan kuaiitas SDM pada tingkat
pengambil keputusan (birokrat) menjadi hal yang penting dilakukan juga dalam
rangka pengembangan kebijakan Pendidikan Lingkungan Hidup.
3. Mengoptimalkan sarana dan
prasarana Pendidikan Lingkungan Hidup yang dapat mendukung terciptanya proses
pembelajaran yang efisien dan efektif
Dengan mengoptimalkan sarana dan prasarana Pendidikan
Lingkungan Hidup dapat mendukung terciptanya tempat yang menyenangkan untuk
belajar, berprestasi, berkreasi dan berkomunikasi. Optimalisasi sarana dan
prasarana ini dapat dilakukan dengan menggunakan perpustakaan, laboratorium,
alat peraga, alam sekitardan sarana lainnya sebagai sumber pengetahuan.
4. Meningkatkan dan memanfaatkan
anggaran Pendidikan Lingkungan Hidup dan mendorong partisipasi publik serta
meningkatkan kerja sama regional, internasional untuk penggalangan pendanaan
PLH
Meningkatkan pendanaan Pendidikan Lingkungan Hidup yang
memadai khususnya pada instansi yang melaksanakan Pendidikan Lingkungan Hidup
diharapkan dapat memacu perluasan dan pemerataan kesempatan pendidikan
khususnya Pendidikan Lingkungan Hidup bagi seluruh rakyat Indonesia dalam
menuju terciptanya manusia Indonesia yang berkualitas. Saat ini anggaran
pendidikan khususnya pendidikan lingkungan masih sangat minim, walaupun di
dalam Amendemen DUD 1945, pagu anggaran pendidikan telah ditetapkan minimum
sebesar 20% dari seluruh APBN. Di samping itu, sumber pendanaan Pendidikan
Lingkungan Hidup dapat digalang dari masyarakat, baik lokal, regional maupun
internasional.
5. Menyiapkan dan menyediakan materi
Pendidikan Lingkungan Hidup yang berbasis kearifan tradisional dan isu lokal,
modern serta global sesuai dengan kelompok sasaran PLH serta mengintegrasikan
materi Pendidikan Lingkungan Hidup ke dalam kurikulum lembaga pendidikan formal
Penyusunan materi PLH harus mengacu
pada tujuan Pendidikan Lingkungan Hidup dengan memperhatikan tahap perkembangan
dan kebutuhan yang ada saat ini. Untuk itu materi Pendidikan Lingkungan Hidup
yang berbasis kearifan tradisional dan isu lokal, modern serta global harus
disesuaikan dengan kelompok sasaran PLH.
6. Meningkatkan
informasi yang berkualitas dan mudah diakses dengan mendorong pemanfaatan
teknologi
Dalam meningkatkan informasi yang berkualitas, pemanfaatan
teknologi perlu terus diupayakan sehingga pengembangan pendidikan lingkungan
dapat berhasil guna dan berdaya guna serta sekaligus dapat memberikan akses
kepada masyarakat terhadap informasi tentang Pendidikan Lingkungan Hidup.
7. Mendorong ketersediaan ruang
partisipasi bagi masyarakat dalam penyelenggaraan dat\pengendalian mutu
pelayanan Pendidikan Lingkungan Hidup
Peningkatan peran serta masyarakat dibidang Pendidikan
Lingkungan Hidup meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan (Pasal 54, UU No. 20Tahun2003) perlu
terusdigalakkan. Selain itu, penyediaan ruang bagi masyarakat untuk
berpartisipasi akan menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan Pendidikan
Lingkungan Hidup.
8. Mengembangkan metode pelaksanaan
Pendidikan Lingkungan Hidup yang berbasis kompetensi dan partisipatif
Metode peiaksanaan pendidikan lingkungan adalah hal yang
sangat penting dan sangat berperan dalam menghasilkan proses pembelajaran yang
berkualitas. Pengembangan metode pelaksanaan dalam Pendidikan Lingkungan Hidup
ditujukan pada pengembangan berbagai metode penyampaian Pendidikan Lingkungan
Hidup (antara lain melalui Joyful Learning Process) pada setiap jenjang
pendidikan dan pengembangan berbagai metode partisipatif tentang Pendidikan
Lingkungan Hidup.
Subscribe to:
Posts (Atom)